Selasa, 22 September 2015

Rose and Bullet's: HaYoon ver.

Author :SeoJi
Cast     :Shin HaYoon
             Jung DaeIn
             Jung SooAe
Rating  :General
Lenght  :Ficlet, Chaptered
Genre   :Romance, Fluff




“Eomma !! Dimana kaus kakiku ?”

“Etto.. disofa depan tv !”

“Chagi, mana dasiku ?!”

“Se..sebentar. Ini”

Begitulah kesibukan keluarga Jung dipagi hari, selalu begitu. Entah sang appa yang kehilangan dasinya, atau SooAe yang kehilangan barang-barang sekolahnya, dan mereka selalu menyalahkan sang eomma ketika mereka menemukan barangnya.

“Kalian duduklah dulu untuk sarapan, perut kalian akan sakit jika begini terus” HaYoon, sang eomma, berusaha memanggil-manggil nampyeon dan putrinya untuk duduk sejenak dimeja makan. Sayangnya, panggilan sang eomma sama sekali tak digubris. SooAe masih berjalan kesana-kemari sembari menggerutu, sedangkan DaeIn, sang nampyeon, malah duduk dengan tenang didepan tv.

“Chagiya, sarapanlah dulu” HaYoon berjalan pelan kearah DaeIn, lalu menepuk pundaknya pelan. DaeIn menatap HaYoon dengan datar, lalu menyerahkan sejumlah uang padanya.
“Lebih baik kau pergi saja habiskan uang ini” Ucap DaeIn datar, ia lalu menjejalkan uang tersebut ketangan mungil HaYoon, lalu berjalan menuju pintu hendak berangkat kerja.

“Appa, aku juga mau~” SooAe menunjuk-nunjuk tangan HaYoon yang penuh dengan uang, lalu meminta-minta pada DaeIn. “Saranghae appa~” lanjut SooAe.
DaeIn mengeluarkan dompet kulit miliknya, lalu menyerahkan uang yang sama banyaknya dengan milik HaYoon pada SooAe. SooAe mengerjap-kerjapkan matanya senang, lalu memakai sepatunya dengan cepat.

“Hei, kalian tak...”


BRAAKK


Pintu apartemen keluarga Jung ditutup dengan keras oleh DaeIn, pertanda agar HaYoon diam saja membiarkan SooAe dan dirinya pergi. HaYoon tertunduk lesu, menatap tangannya yang penuh uang dengan sebal. Bukan ini yang ia mau ! HaYoon melemparkan uang-uang itu kelantai, lalu mengijka-injaknya dengan penuh amarah. Dengan lesu ia mengambil beberapa lembar uang itu, lalu mengambil jaketnya dan pergi keluar.

Begitu keluar dari apartemen, mata lentiknya menangkap pemandangan sebuah cafe yang tampak hangat dan ramah. Cafe Rose and Bullet’s. HaYoon menyipitkan matanya sejenak, belum pernah ia melihat ada cafe disekitar sini, atau mungkin karena ia jarang pergi keluar apartemen ? Tanpa sadar kakinya melangkah maju menuju cafe itu, lalu masuk dengan tenang.

Suasana cafe yang temaram dan juga wangi aromatik lembut yang menyebar diseluruh penjuru cafe membuat perasaan HaYoon sedikit tenang. Ia menarik nafasnya dalam-dalam, lalu berjalan dan duduk disalah satu meja dekat jendela.

“Apa yang hendak anda pesan nyonya ?” HaYoon menoleh kaget, lalu menatap namja muda dihadapannya lekat-lekat. Seorang yang terlalu tampan untuk disebut pelayan, ah ani, pasti dialah pemilik tempat ini. HaYoon berpikir sejenak, lalu menghentakkan kepalanya kaget.

“Ah, neo Kwon HaeKyung ? Pemilik cafe ini kan?” Tanya HaYoon penuh semangat, belum pernah ia melihat wajah HaeKyung dari dekat. Dan ternyata dewi fortune sedang bersamanya, kini HaeKyung sudah berdiri dihadapannya dengan senyum yang terus merekah.

“Dengan senang hati, ada yang bisa saya bantu ?” HaeKyung membungkukkan badannya sedikit, lalu kembali menegapkan tubuhnya dan menatap HaYoon dengan ramah.

“Berikan aku minuman yang sesuai dengan moodku hari ini” tantang HaYoon, HaeKyung tersenyum penuh misteri lalu segera melesat menuju dapur. Bahkan kurang dari 5 menit, HaeKyung sudah kembali dengan nampan berisi minuman berwarna ungu pekat.

“Anggur merah ?” HaYoon yang bingung dengan pemberian HaeKyung, menuntut penjelasan lebih dari bibir sexy itu.

“Ne, untuk anda saya sarankan meminum anggur merah. Sikap dan pemikiran anda yang dewasa dan juga permasalahan yang tengah menimpa anda sangat cocok untuk cita rasa anggur yang khas. Anggur itu seperti permasalahan anda, jika anda melepaskan beban yang menimpa anda, maka anggur ini akan menciptakan rasa yang meledak-ledak dalam mulut anda” terang HaeKyung panjang lebar, HaYoon mengangguk-anggukan kepalanya paham lalu tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada HaeKyung. Namja tampan itu mengangguk sejenak, lalu pergi meninggalkan HaYoon yang perlahan-lahan senyumnya memudar.

HaYoon mengangkat gelasnya pelan, lalu meneguk minuman itu dengan elegan. Dahi HaYoon mengerenyit, ia cepat-cepat meletakkan anggur itu dimeja. HaYoon meraba bibirnya dengan bergetar, pandangan matanya terpaku pada anggur itu.

“A..apa ini ? Ra..rasanya, kenapa begini ? Ini..tak manis sama sekali” HaYoon memegangi bibirnya dengan tangan bergetar, air mata tiba-tiba mengalir pelan dipipinya. Tidak ! HaYoon yakin bukan ini rasa yang dimaksudkan oleh HaeKyung ! HaYoon melempar gelas berisi anggur itu dengan penuh amarah kelantai hingga pecah berkeping-keping. HaeKyung buru-buru keluar dari dapur, tiba-tiba ia terpaku melihat HaYoon. HaYoon yang sudah tak peduli dengan keadaan sekitarnya mengambil tasnya cepat lalu berlari keluar dari cafe, para pelayan yang menyadari kepergian HaYoon segera mengejarnya.

“Tunggu !” Suara menggelegar HaeKyung menghentikan langkah para pelayan, mereka serentak menoleh kearah HaeKyung dengan tatapan bingung.
“Biarkan ia pergi, segera bereskan semua ini dan jangan coba-coba kejar wanita itu. Dan jika ia kembali, jangan pernah ungkit-ungkit kejadian ini” para pelayan segera mengangguk lalu membersihkan pecahan gelas dan cairan pekat yang khas itu. HaeKyung berjalan cepat menuju ruang kerjanya, lalu duduk dengan gelisah.
“Apa ini ? Kenapa ia begitu ? Kenapa ia... sangat hancur ?” Gumam HaeKyung pelan.

                                                                                ******



HaYoon membanting pintu apartemennya keras, nafasnya memburu dengan cepat. Ia segera berlari kedapur dan meminum segelas teh dari kulkas, lalu ia mengerenyit lagi.

“Kenapa ? Kenapa ini hambar ?! KENAPA ?!!” HaYoon melempar gelas berisi tehnya kelantai, lalu membongkar isi kulkasnya. Ia menyambar cepat susu kotak vanilla milik SooAe, lalu meneguknya langsung. Tiba-tiba ia menjatuhkan kotak susu vanilla itu hingga cairan putih itu meluap kemana-mana, tanpa sadar HaYoon menangis lagi.

“Kenapa ini hambar !!” HaYoon menarik rambutnya hingga berantakan, ia bahkan melempar semua barang yang ada dihadapannya. HaYoon menjerit-jerit pilu, ia lalu mencari handphone miliknya dan menelepon nampyeonnya.

“Cha..chagi, kau dimana ?” Tanya HaYoon dengan suara bergetar, sedangkan suaminya berdehem pelan.

“Aku sedang rapat mendadak, sepertinya rapat ini akan lama. Makan dan tidurlah dulu ! SooAe pulang denganku”


KLIK


HaYoon menatap layar handphonenya tak percaya, bisa-bisanya DaeIn memutuskan percakapan mereka secara sepihak ? HaYoon semakin frustasi, ia merapikan penampilannya sejenak lalu mengambil jaket dan kunci mobil miliknya dan pergi menuju kantor suaminya.

HaYoon mengendarai mobilnya diatas rata-rata, tidak seperti HaYoon yang mengendarai dengan penuh kelembutan seperti biasanya. Tak terasa ia sudah sampai dikantor suaminya, dengan tergesa ia berlari masuk dan menatap sekelilingnya dengan bingung.

HaYoon cepat-cepat berlari kearah lift lalu naik hingga lantai teratas, lantai dimana ruang kerja suaminya terletak. Sekertaris DaeIn yang mengenali HaYoon menatap HaYoon bingung.

“Ah..Annyeong nyonya, kenapa anda kemari ?”

“Suamiku ! Mana suamiku ?!” Tanya HaYoon memburu, membuat sang sekertaris mengerenyitkan dahinya bingung.

“Bukannya pergi dengan saudari perempuan anda ? Tadi ia pergi dengan seorang wanita, tuan bilang itu saudari anda yang baru datang dari luar negeri” detik itu juga pertahanan HaYoon pecah, tangisnya yang sudah ia bendung sejak tadi meluap begitu saja tanpa diperintah. Sang sekertaris yang melihat itu kebingungan, dengan sebisanya ia berusaha menenangkan nyonyanya. HaYoon menangis dengan pilu, hidupnya hancur sekarang.

Ia merupakan anak tunggal, jelas sekali suaminya berbohong. Lalu wanita itu siapa ? HaYoon berusaha menyingkirkan pikiran buruk yang berkecamuk diotaknya, namun perkiraan itu selalu mengganggu pikirannya. Suaminya berselingkuh.

                                                                                ******



“Chagi, kau dari mana saja ?!” Suara DaeIn meninggi begitu melihat HaYoon kembali keapartemen, HaYoon terdiam sejenak, lalu melanjutkan langkahnya menuju DaeIn. HaYoon membuka tasnya dan mengaduk-aduk isinya, sebuah kertas menyembul keluar dari tas itu. HaYoon menyerahkannya dalam diam pada DaeIn, namja tampan yang kebingungan itu membuka kertas itu pelan lalu terkejut.

“Ke..kenapa chagi ?”

“Cepat tanda tangani saja, dan biarkan aku bebas selamanya Jung DaeIn. Selamat, kau menghancurkan hidupku. Kau pikir aku akan bahagia karena uang banyak ? Atau membiarkan aku terkurung disini ? Selamat sekali lagi Jung DaeIn, kau berhasil membuatku gila. Aku tak mau tahu, besok pagi surat ini sudah harus ditanda tangani olehmu” HaYoon berjalan menuju kamar tamu apartemen mereka, ia menoleh sejenak pada DaeIn, lalu masuk kedalam kamar dan menutupnya keras. Terdengar jelas suara pintu yang dikunci dari dalam kamar itu, sebelum akhirnya... sepi.

DaeIn mengacak-acak rambutnya frustasi, tak menyangka istrinya akan senekat ini. Apalagi saat melihat keadaan dapur yang sudah sangat berantakan, ia semakin bingung dengan sikap dan perilaku istrinya. Apa istrinya tahu mengenai perselingkuhannya ? Bagus sekali, DaeIn semakin heran dan frustasi sekarang. Apa ia harus menandatangani kertas itu ? Kertas yang bahkan tak pernah ada dan tak akan ada dipikirannya, namun buktinya sekarang kertas itu dihadapannya. Surat perceraian.

******



HaYoon bangun pagi sekali, ia sangat yakin akan hal itu. Dengan perlahan ia membuka pintu kamarnya, lalu berjalan mengendap-endap kearah meja makan. Surat perceraiannya tergeletak disana, namun belum ada tanda tangan suaminya sama sekali. HaYoon mengatur nafasnya yang memburu, dan tanpa ada pilihan lain ia memasak sarapan untuk keluarganya. Tak perlu waktu lama untuk memasak omelet, setelah menata piring yang ada, HaYoon pergi kekamar utama.

Suaminya tengah tertidur pulas sampai-sampai jas kerjanya belum ia lepas, HaYoon menatap DaeIn sendu, namun ia menggeleng dan melanjutkan niatnya memasuki kamar ini. Ia membuka lemari pakaiannya, lalu mengeluarkan isinya beberapa. Setelah merasa cukup, ia memasukkan baju-bajunya tadi kedalam koper mungilnya.

Merasa tubuhnya butuh kesegaran, ia akhirnya memutuskan untuk mandi sejenak. Tak lama kemudian HaYoon sudah siap, untuk mengangkat kakinya dan melangkah pergi.
“Kumohon jangan...” HaYoon menoleh kaget dan melihat DaeIn tengah berdiri dibelakangnya dengan tatapan memohon, namun tekadnya sudah bulat, dan tak ada yang bisa merubah tekad seorang Shin HaYoon. Ia melemparkan tatapan terlukanya kearah DaeIn, membuat namja itu semakin menggumam tak jelas.

“Kemana selama ini kau DaeIn ? Kemana kau saat aku butuh ?”

“Mianhae HaYoon, mianhae...”

“Kau pikir maafmu itu mempengaruhiku ?”

“Aku tahu aku tak termaafkan, tapi tetap tinggalah disini”

“Tidak Jung DaeIn ! Sekarang, tanda tanganilah surat ini dihadapanku”

“HaYoon, dengarkan...”

“Se-ka-rang !” DaeIn menghela nafas panjang, jemarinya menyentuh pena yang sudah tersedia. Tangannya gemetaran, ia bisa merasakan itu. Tapi mau apalagi ? DaeIn menatap HaYoon sejenak yang tengah menatapnya tajam, dan dengan berat ia menggerakkan jemarinya dan menandatangani surat itu. DaeIn masih termangu dengan surat dihadapannya, ini semua karena salahnya !

DaeIn menyerahkan surat itu lambat-lambat pada HaYoon, tapi HaYoon menariknya dengan kasar.
“Terima kasih Jung DaeIn, jangan lupa bangunkan SooAe pagi-pagi agar ia tak terlambat. Dan kalian harus sarapan hari ini, aku sudah memasakkan omelet untuk kalian. Selamat tinggal” HaYoon melambaikan tangannya lalu menyeret kopernya dan berjalan keluar dari apartemennya.

“Shin HaYoon !!” HaYoon menutup telinganya, ia tak mau mendengar teriakan pilu mantan suaminya. Cukup ia saja yang merasa terluka, jangan DaeIn atau SooAe. Cahaya mentari pagi menyeruak dari arah timur, HaYoon mengerjap-kerjapkan matanya beberapa kali lalu melanjutkan perjalanannya. Tempat pertama yang ia kunjungi adalah Cafe Rose and Bullet’s, ia mendorong pintu kaca cafe itu pelan, lalu melangkah kecil meuju salah satu sudut cafe.

“Ah, anda wanita yang waktu itu kan ?” HaYoon menolehkan kepalanya, lalu menatap HaeKyung yang entah sejak kapan sudah berada dibelakangnya. HaYoon tersenyum tipis, lalu mempersilahkan HaeKyung duduk didepannya.

“Choneun HaYoon, Shin HaYoon” HaeKyung mejabat tangan HaYoon yang terulur, lalu tersenyum. HaeKyung dapat melihat sekarang, mengapa wanita dihadapannya ini tampak kusut namun ada pancaran bahagia dimatanya.

“Kurasa anda telah lepas dari masalah anda”

“Ya HaeKyung-ssi, kini saya bebas”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar